Scroll untuk baca artikel
Berita

Pelajaran Berharga dari Kasus Polwan Bakar Suami Karena Jud! Daring

×

Pelajaran Berharga dari Kasus Polwan Bakar Suami Karena Jud! Daring

Sebarkan artikel ini
posjos.com — Kronologi Polwan Bakar Suami. Pelajaran Berharga dari Kasus Polwan Bakar Suami Yang Sama Polisi.
Hashtag Dan Ilustrasi Gambar posjos.com — Kronologi Polwan Bakar Suami. Pelajaran Berharga dari Kasus Polwan Bakar Suami Yang Sama Polisi.

POSJOS.COMPelajaran Berharga dari Kasus Polwan Bakar Suami Karena Jud! Daring | Kasus Polwan FN di Mojokerto, Jawa Timur, yang membakar suaminya, Briptu Ranwi Wicaksono, pada Sabtu 8 Juni 2024, tidak bisa dianggap hanya sebagai tindakan kriminal semata.

Kasus ini bisa menjadi refleksi terkait kerentanan dan pentingnya ketahanan keluarga.

Scroll Untuk Terus Membaca
Scroll Untuk Terus Membaca

Motif dan Latar Belakang Kejadian

NB : Jika merasa tulisan pada artikel ini kurang jelas, Silahkan “BERALIH KE VERSI VIDEO” atau tetap di sini untuk melanjutkan membaca

Hasil penyidikan sementara Polda Jawa Timur menunjukkan bahwa motif FN membakar suaminya adalah karena seringnya sang suami menghabiskan uang belanja sehari-hari untuk bermain judi daring.

Padahal, mereka memiliki tiga anak yang masih balita yang membutuhkan biaya besar untuk pemeliharaan dan pendidikan.

Perspektif Sosiologi Keluarga

Pengajar sosiologi keluarga di Universitas Islam Negeri Walisongo, Nur Hasim, menyatakan bahwa tindakan FN memang salah. Namun, menyalahkan FN secara membabi buta disertai sentimen kebencian pada perempuan juga tidak tepat.

Peristiwa ini dipicu oleh faktor lain, yakni kegagapan keluarga dalam beradaptasi dengan perubahan internal seperti kelahiran anak yang berpengaruh pada peran dan tanggung jawab.

Faktor-Faktor Penumpukan Beban Istri

Nur Hasim menambahkan, ada sejumlah faktor yang membuat beban FN sebagai istri bertumpuk. Jika individu dalam keluarga gagal membangun resiliensi atau ketahanan keluarga, maka keluarga menjadi rentan berkonflik.

Baca Juga :   Kemiripan Jokowi Dan Prabowo Yang Tak Kita Sadari

Situasi ini memperlihatkan betapa pentingnya dukungan emosional dan material dalam keluarga untuk menjaga keseimbangan.

Perspektif Hukum

Dari kacamata hukum, pengajar hukum pidana Universitas Binus Jakarta, Ahmad Sofyan, berpendapat bahwa dugaan tindak pidana FN adalah tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 44 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Penggunaan undang-undang PKDRT ini menunjukkan bahwa di antara suami dan istri tersebut ada konflik rumah tangga yang serius.

Perhatian dari Komnas Perempuan dan Kementerian PPPA

Kasus FN juga menjadi perhatian Komnas Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Ketua Komnas Perempuan, Andy Yri, menyebut bahwa semua pihak perlu memetik pelajaran dari peristiwa ini.

Tindak pembakaran merupakan eskalasi masalah dan respons reaktif istri terhadap tekanan yang semakin besar di dalam perkawinan.

Kebutuhan Intervensi Lebih Komprehensif

Dari peristiwa tersebut, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik, yaitu bagaimana situasi kekerasan ekonomi dan psikis yang tidak segera mendapat bantuan bisa berujung pada petaka, termasuk kematian.

Kasus ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk intervensi lebih komprehensif pada persoalan KDRT, bahkan di dalam institusi kepolisian.

Dampak Negatif Perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, seperti dalam bentuk judi daring dan pinjaman daring, juga memberikan dampak negatif yang signifikan.

Ketergantungan pada judi daring, seperti yang dilakukan Briptu Ranwi Wicaksono, dapat merusak kesejahteraan keluarga dan memicu konflik serius.

Kesimpulan

Kasus FN dan suaminya adalah cerminan dari berbagai masalah yang kompleks dalam keluarga modern. Mulai dari ketidakmampuan mengelola keuangan, dampak negatif teknologi, hingga kurangnya resiliensi dalam keluarga.

Baca Juga :   Cak Imin Di Ujung Tanduk, PKB Merapat Ke Prabowo Gibran

Ini menjadi pengingat pentingnya dukungan emosional, material, dan kebijakan yang lebih baik untuk melindungi keluarga dari konflik internal yang berpotensi merusak.

Referensi

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
2. Pernyataan Pengajar Sosiologi Keluarga Universitas Islam Negeri Walisongo, Nur Hasim.
3. Pernyataan Pengajar Hukum Pidana Universitas Binus Jakarta, Ahmad Sofyan.
4. Pernyataan Ketua Komnas Perempuan, Andy Yri.

NB : Jika merasa tulisan pada artikel ini kurang jelas, Silahkan “BERALIH KE VERSI VIDEO” Terima Kasih sudah berkunjung ke situs kami